Jumat, 30 Oktober 2009

Kota Sibolga



Ungkapan kata seperti tersebut diatas konon berasal dari kota Medan. Belasan tahun yang lalu ataupun mungkin juga lebih dari itu di kota Medan banyak WNI keturunan India menjual susu lembu segar, mereka berkeliling kota menjajakan susu segarnya. Disamping menjual umumnya mereka juga sebagai produsen susu segar tersebut artinya mereka mempunyai lembu (sapi) perah untuk diambil susunya dan kemudian dijual. Terkadang permintaan akan susu segar melebihi produksi susu perahnya, sehingga untuk menutupi kekuranganya mereka mengambilnya dari susu kambing.Pada waktu menjualnya mereka tetap mengatakan itu sebagai susu lembu (sapi) dan tidak mengatakan itu sebagai susu kambing dan harganyapun tentu sebagai harga susu lembu (sapi) pula. Kambing tidak pernah protes karena dia merasa telah berjasa untuk menyehatkan kehidupan manusia dengan minum susu, walaupun orang tidak pernah tahu bahwa susu yang diminumnya adalah susu kambing. Tidak apa apa orang tidak tahu, kata Kambing dalam hatinya, tetapi tuhan pasti tahu dan bagi kambing itu sudah cukup.
Hal seperti kejadian diatas sering juga terjadi dalam dunia bisnis pada zaman ini. Banyak para pedagang dari Singapore atau pedagang lainnya di Luar Negeri misalnya memesan produk tekstil dari Indonesia, mereka meminta tekstil yang mereka beli itu jangan diberi merk atau trade mark. Nanti si pembeli yang memberi trade Marknya yang sesuai dengan nama perusahaan si pembeli di Singapore atau pembeli lainnya di luar negeri. Si pemakai akhir (end user) dari produk tekstil tersebut tidak pernah tahu bahwa tekstil yang dipakainya adalah buatan Indonesia, yang dia tahu itu adalah buatan Singapore atau Negara lain, karena trade marknya memang diberi oleh Singapore atau negeri lain tersebut. Kalau ada permintaan baru (repeat order) maka order itu bukan diterima oleh siprodusen di Indonesia tetapi akan diterima oleh si pembeli (pedagang perantara) yang berada di Singapore atau di Luar Negeri, baru kemudian pedagang perantara yang ada di Singapore menyampaikan repeat order tersebut kepada produsen di Indonesia. Ada beberapa perusahaan yang merasa berbahagia dengan cara dagang seperti ini tetapi juga ada yang tidak mau dengan cara tersebut, karena dengan cara itu si produsen sangat tergantung kepada pedagang perantara di Luar negeri dan harganyapun biasanya dikendalikan oleh pedagang perantara tersebut. Bagi yang tidak mau maka ia harus mencari pembeli sendiri,menjual dengan trade mark sendiri dan dengan harga yang ditentukan sendiri (tentu saja mengikuti demand dan supply). Berusaha dengan cara ini penuh resiko,karena ia harus menembus jaringan distribusi yang telah lama dikuasai oelh pedagang Singapore atau pedagang lainnya di luar negeri. Tetapi jika berhasil maka ia akan memperoleh manfaat yang besar,ia bisa menjual dengan harga yang pantas, dapat nilai tambah dan keuntungan non material seperti trade mark yang dikenal orang di luar negeri.
Sibolga adalah penghasil ikan teri atau ikan asin yang cukup potensial di sumatera utara, tetapi nama Sibolga sebagai penghasil ikan teri atau ikan asin tidak dikenal oleh si pembeli akhir (end user) mereka mengenalnya sebagai ikan teri Medan atau ikan asin Medan. Jika mereka membutuhkan ikan teri maka mereka mencari ikan teri dengan nama ikan teri Medan, dan ikan teri Medan ini tidak hanya dikenal di Medan saja bahkan juga telah cukup dikenal di Jakarta. Kalau orang mencari ikan teri maka mereka mendatangai pasar Senen dan mereka akan menanyakan ikan teri Medan. Bahkan di Supermarket pun ikan teri Sibolga ini dikenal sebagai ikan teri Medan. Apakah kita orang Sibolga sebagai penghasil ikan teri “medan” menerima keadaan ini terus menerus, apakah tidak ada keinginan untuk merubahnya, sehingga dikemudian hari ikan teri Sibolga tidak lagi disebut sebagai ikan teri Medan tetapi sebagai ikan teri Sibolga yang dihasilkan oleh orang Sibolga. Di pulau Jawa kota Cirebon dikenal sebagai penghasil produk laut yang ber aneka ragam jenisnya mereka tidak hanya menghasilkan dan menjual ikan asin (teri) tetapi juga menghasilkan dan menjual produk laut lainnya seperti ubur ubur dan rumput laut. Mereka memproses dan mempackingnya sedemikian rupa sehingga sehingga orang tertarik untuk membelinya sebagai oleh oleh (buah tangan). Bukan itu saja ikan mereka potong potong sedemikian tipisnya dan dikeringkan, dijadikan ikan asin yang berbentuk kerupuk.
Di pihak lain bukan hanya ikan teri Sibolga saja yang dikenal orang sebagai ikan teri Medan bahkan orang Sibolga juga terkadang dianggap sebagai orang Medan. Ada sebagian dari orang Sibolga atau orang batak lainnya yang jika ditanya asalnya dari mana, maka dia akan mengatakan asalnya dari Medan, dia tidak mengatakan bahwa sebenarnya dia berasal dari Balige, Tarutung atau dari Sibolga. Sehingga secara tidak sadar kita mempromosikan kota Medan. Hendaklah kita meninggalkan kebiasaan kebiasaan ini apapun motifnya marilah kita secara bersama sama masyarakat Sibolga dan pemkotnya mulai dari sekarang untuk mempromosikan hasil bumi Sibolga sebagai produk sibolga dan kita mesti berani dan bangga mengatakan bahwa kampung halaman kita adalah Sibolga. Jika kita berani memulainya maka ini juga adalah suatu jalan lain lagi yang bisa mempromosikan kota Sibolga sebagai kota wisata dan setiap orang yang berwisata ke Sibolga akan membawa pulang oleh-oleh ikan teri “sibolga”.
Bukan hanya ikan teri saja yang bisa dijadikan sebagai oleh oleh kota Sibolga durian yang melimpah juga bisa dijadikan sebagai oleh oleh yang unik dari Sibolga, bukan durian sebagai durian ansich tetapi durian yang telah menjadi “pakasam’ penyedap rasa dan pewangi makanan. Oleh oleh itu dibeli orang bukan semata mata karena mahal harganya tetapi juga lantaran keunikannya, dimana wisatawan tidak menemukan itu selain di kota Siobolga. Jadi tunggu apa lagi tulang, amang inang, ogek, kauiti dan lae…………..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar